Jika kamu mendengar perang dunia ke II apa yang ada di dalam benak mu? Kalau saya sih bom atom yang jatuh di dua kota di Jepang. Ya, bom atom yang meledakan kota Jepang itu telah memakan banyak korban yang mengakibatkan kota Hiroshima dan Nagasaki menjadi sangat rusak parah. Saat perang dunia ke II Amerika ingin membuat Jepang menyerah, namun Jepang tak juga menyerah dan membuat negeri “Paman Sam” itu tak segan segan menurun kan dua bom atom yakni “Little Boy” di Hiroshima pada tanggal 6 agustus 1945 dan “Fat Man” di Nagasaki pada tanggal 9 agustus 1945.
Ada nya dua ledakan bom di kota nya, akhir nya Jepang mengundurkan diri dan mengaku kalah pada Amerika Serikat. Dan saat Jepang telah menyatakan kekalahan nya, berakhir pula perang dunia II tersebut dan merdeka lah Indonesia pada tahun dan bulan yang sama. Karena kasus pengeboman di Jepang tersebut saat ini AS adalah negara kedua dengan penghasil bom yang sangat jitu setelah Rusia. Setelah usai nya perang dunia ke II, saat ini dunia telah aman dan tenang karena negara-negara sudah berdamai. Namun tersirat kabar bahwa AS beberapa bulan yang lalu telah menjatuhkan bom non-nuklir terbesar miliknya yang diberi nama “Mother of all Bombs” atau disingkat MOAB, menargetkan terowongan milik kelompok mujahidin di kawasan Afghanistan timur. Lantas mengapa AS menjatuhkan MOAB di Afghanistan dan Seperti apakah MOAB? Berapa kekuatannya?
Pengeboman di Afghanistan
Bom yang merupakan bom terbesar yang pernah digunakan Amerika dalam peperangan ini dijatuhkan di wilayah Achin di distrik Nangarhar, Afganistan Timur dengan menggunakan pesawat MC-130 dengan tujuan untuk menghancurkan lorong dan bungker yang dibangun di bawah tanah dan juga untuk menghasilkan dampak kehancuran maksimal. Menurut catatan Amerika baru pertama kali menggunakan bom ini di wilayah konflik. Biaya yang diperlukan untuk membuat 1 bom ini mencapai US$16 juta. Bom ini memiliki daya ledak sangat besar sehingga menghasilkan debu ledakan berbentuk jamur yang dapat dilihat dari jarak 20 mil.
Amerika sudah tentu memiliki pengalaman panjang dan berliku dalam upayanya menaklukan militan Taliban di Afganistan. Disamping medan yang sangat sulit, keahlian para pejuang ini untuk melakukan serangan cepat dan bersembunyi sangat menyulitkan Amerika. Kini wilayah ini kembali menjadi basis militan ISIS yang dikenal sebagai ISIS-K ini kemungkinan besar menerapkan taktik yang hampir sama yang digunakan oleh para militan Taliban.
Salah satu hal yang paling menyulitkan untuk mencari dan menyerang para militan ini adalah dibangunnya bungker dan lorong bawah tanah untuk persembunyian sekaligus sebagai bagian strategi penyerangan. Penggunaan bom GBU-43 ini kemungkinan besar sebagai langkah realisasi janji kampanye Trump yang akan segera menyelesaikan masalah ISIS, karena selama 8 tahun dibawah kepemimpinan Obama kebijakannya justru dianggap Trump membuat ISIS menjadi besar.
Disamping itu tentu saja baik serangan ke pangkalan militer Syria dan juga Afhanistan ini menjadi pesan kuat Trump kepada Korea Utara atau negara lain bahwa Amerika di bawah pemerintahan Trump berbeda dengan Amerika di bawah kepemimpinan Obama. Amerika memiliki kemampuan untuk menghancurkan kekuatan militer negara lain dengan kemampuan militernya.
Mother Of All Bombs
Nama lengkapnya GBU-43/B Massive Ordnance Air Blast Bomb (MOAB) adalah sebuah bom besar konvensional yang dikembangkan oleh Albert L. Weimort Jr untuk Militer Amerika Serikat. Dijuluki sebagai “Mother of All Bomb”, MOAB dirancang bukan untuk dibawa jet tempur tapi untuk pesawat pengangkut sekelas C-130 Hercules, MC-130E Combat Talon I atau Combat Talon II. MOAB adalah proyek Laboratorium penelitian Teknologi Angkatan Udara Amerika Serikat yang dimulai pada tahun 2002 lalu, sebagai turunan dari bom BLU-82 “Buster Jungle”. MOAB sukses menjalani test di Eglin Air Force Base, Florida pada tanggal 11 Maret 2003 dan test selanjutnya pada tanggal 11 November 2003.
MOAB memiliki panjang 9,17 m, diameter 102,9 cm dan memiliki bobot 10,3 ton. Dari 10,3 ton bobot MOAB, 8,5 ton-nya adalah high explosive. Radius ledakan mencapai 137 m dan dengan gelombang kejut yang besar dikatakan mampu menghancurkan area seluas sembilan blok kota. MOAB berisi 8,5 ton bahan peledak H6 yang 1,35 kali lebih kuat dari bahan peledak TNT. H6 adalah bahan peledak non-nuklir terkuat yang digunakan oleh militer AS. Merupakan kombinasi dari eksplosif RDX (trinitramine Cyclotrimethylene), TNT dan alumunium.
Sebelumnya Amerika belum pernah mengggunakan bom ini karena disamping jumlahnya tidak banyak juga karena bom ini dibuat dengan tujuan sangat spesifik. Bom GBU-43 ini tercatat memiliki ukurannya terbesar diantara bom yang tidak memiliki hulu ledak nuklir. Disamping ukuran bom ini yang sangat besar, bom ini dilengkapi juga dengan sistem GPS-guided. Menurut catatan bom ini pertama kali diuji coba pada tahun 2003 lalu sebelum dimulainya perang Irak.
Meskipun efek ledakan bom MOAB tidak patut dibandingkan dengan bom nuklir, hanya sekitar 1/1000 dari kekuatan Little Boy (nama bom nuklir yang dijatuhkan AS di Hirosima, Jepang), namun hasil ledakan bom MOAB sebanding dengan dengan bom Nuklir terkecil seperti M-388 Davy Crockett. Ledakan bom MOAB setara dengan 11 ton TNT sedangkan ledakan Little Boy setara dengan 15.000 ton TNT.
Walaupun bom MOAB tersebut non-nuklir tetapi sudah dapat dipastikan dampak dari ledakan bom GBU-43 ini akan memiliki dampak kerusakan fisik yang sangat besar dan berpengaruh pada psikologis lawan karena dampaknya hampir menyerupai bom nuklir walaupun bom ini tidak memiliki hulu ledak nuklir. Dan tidak ada yang tahu pasti berapa banyak militer AS memproduksi bom sejenis ini.
